Nganggurnya “Kebun” Istri

Payah juga Prapto, 52, ini. Kerja di PT Perkebunan, tapi “kebun” istri lama tak dicangkul. Ny. Santi, 38, yang masih rindu cangkulan yang dalam, nekad selingkuh dengan PIL. Celakanya, saat kepergok dan digerebek, jawab Jamhari, 43, enteng saja: “Aku bukan dalam posisi untuk menikahi!” Ingat lagu “Menanam Jagung”-nya Ibu Sud? Lagi itu itu sepertinya sengaja digubah untuk menyemangati masyarakat dalam meningkatkan produksi pangan, khususnya bertanam jagung. “Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam di kebun kita. Ambil cangkulmu, ambil cangkulmu, kita bekerja tak jemu-jemu…..!” begitu antara lain sepenggal lirik lagu itu.

Meski bukan petani, ternyata Jamhari warga Kabupaten Musi Banyuasin (Sumsel) ini juga sangat hobi bercangkul-ria. Tapi jangan salah, cangkul lelaki dadi Desa Purwosari, Kecamatan Lais, ini pakai tanda petik, sehingga lahan cangkulannya juga bukan di sawah atau kebun, melainkan di ranjang. Ironisnya pula, Ny. Santi yang kena cangkul Jamhari malah merem melek, hingga matanya tinggal putihnya doang!

Sepertinya Ny. Santi sangat menikmati cangkulan itu. Maklumlah, dia sebagai wanita masih muda dan enerjik, sudah beberapa lama tak memperoleh pemenuhan syahwati dari suami, Prapto. Suami yang terlalu sibuk bekerja di PT Perkebunan, kurang lagi mampu mengurus “kebun” istrinya. Mestinya seminggu 3 kali disiram, didangir dan dicangkul, eh Santi malah dibiarkan bera (kebun tak terurus). Kadang sih dicangkul juga, tapi baru barang 2-3 gaclokan, cangkul suami sudah mleyot macam cangkul-cangkul di toko matrial Jakarta.

Yang kadang bikin Santi geli, Prapto suaminya ini juga pengamat politik amatiran. Bila ketemu teman-teman pasti ngobrol soal politik, ngrasani pemerintah dengan segala kekurangannya. Katanya, penegakan hukum di Indonesia dari dulu hanya terhenti pada wacana. “Alaaaah, ngomong penegakan hukum segala, penegakan “burung” saja kamu nggak mampu….,” gerundel istrinya di belakang.

Tak tahan setiap malam tanpa penggarapan lahan gembur, istri pegawai perkebunan itu pun lalu mencari PIL lain, dan kemudian ketemulah dia dengan Jamhari. Sebetulnya bodi dan penampilan Santi ini tak cakep-cakep amat, tapi karena barang baru, stromnya rada lumayan juga. Maka tawaran penggarapan lahan bebas gambut sejuta mili itupun diladeni. Hasilnya, sejak itu sendi kehidupan Santi nampak mulai bergairah, meski sendi tulangnya kadang sampai ngilu.

Begitulah yang terjadi, jika Santi syahwatnya tengah menggetar jiwa, wanita warga Desa Bukit  Kecamatan Betung ini tinggal menelpon Jamhari, lalu keduanya pun masuk hotel di Jl Palembang-Jambi, Km 68. Mereka menuntaskan dahaga asmara. Santi mrenges, tapi suaminya di rumah mrongos, karena dia baru tahu bahwa istrinya ternyata jadi “kutu loncat” berpinda-pindah cintanya pada lelaki lain. “Kayak politisi saja….,” keluh Prapto.

Tatkala mendengar bahwa kabar mesum istrinya semakin santer, Prapto lalu mencoba memata-matai, sehingga jadwal hari kencan istrinya dengan Jamhari pun diperoleh. Nah, di saat Santi – Jamhari main kuda-kudaan di hotel itulah, Prapto segera menggerebeknya dan mereka digelandang ke Polsek Betung. Dalam pemeriksaan Santi mengaku terpaksa selingkuh karena suaminya sudah impoten. Tapi ironisnya, Jamhari saat didesak Prapto untuk menikahi, juga menolak dengan alasan sekedar iseng. Katanya bak politisi, ini semua sekedar memuaskan Santi, bukan dalam posisi untuk mengawini.